Wednesday, November 14, 2012

Masjid Lautze Bandung


Bandung, kota dengan beragam keunikan, mulai dari kuliner, budaya, tempat wisata, hingga bangunan-bangunan sarat sejarah. Seperti yang bakal kamu temui di sudut Jalan Tamblong (dekat dengan Jalan Asia Afrika dan Patung Adjat Sudrajat, pemain Persib Bandung yang jadi legenda).  Mesjid unik dengan nama yang mungkin akan membuatmu berpikir dua kali. Dari namanya saja, pasti para pembaca Bandung sekalian sudah bisa menebak, berasal dari manakah bangunan yang tampak sangat eye-catching dan berada di dalam ruko yang berjejer di sekitar Jalan Tamblong 27, Kota Bandung ini. Yupiyup! Itulah Mesjid Lautze. Sebuah bangunan peribadatan bagi umat Muslim dengan nuansa unik, yaitu ornamen-ornamen khas etnis Tionghoa yang terpampang di setiap sudut bangunan, ditambah lagi dengan penggunaan warna yang didominasi oleh warna merah, dan namanya yang berasal dari bahasa Mandarin.

Lantas, apa yang membuat mesjid ini tampak begitu menarik ya? Hmm.. jika kamu pernah langsung berhadapan dan menginjak langsung bangunan ini, aura-aura akulturasi budaya lah yang terasa, penggabungan antara budaya Tionghoa dan budaya Muslim yang tercipta dalam sebuah bangunan. Pertama kali melihat eksterior bangunan ini saja, didominasi oleh warna merah cerah yang biasanya identik dengan warna bangunan Tionghoa (seperti vihara dan kelenteng) dan dinding dengan ornament khas bangunan Tionghoa berwarna kuning bergaris merah. Tetapi yang ajaibnya, terdapat sebuah kubah dan lengkungan khas peribadatan umat Muslim berwarna merah cerah pula – yang membuat kita yakin bahwa bangunan ini adalah masjid, tanpa harus melihat papan nama yang menggantung di depan pintu masuk. Begitu menapaki kaki ke dalamnya pun, interiornya berasa seperti di negeri Tirai Bambu sana, kawan! Warna merah menyala dan lampion yang unik. Konon katanya sih, desainnya dibuat sedemikian rupa agar para Muslim Tionghoa Bandung bisa merasa akrab, nyaman berada di sana.

Wow! Bagaimana ceritanya ya bisa berdiri sebuah mesjid dengan nama dan penggayaan yang cukup jarang terlihat di tanah Indonesia ini? Ternyata berawal dari peran Yayasan Haji Karim Oei (YHKO) – sebuah wadah pembinaan mualaf, termasuk bagi warga muslim keturunan Tionghoa, yang didirikan pada tahun 1991 dengan pusat di Jakarta. FYI, nama yayasan tersebut ternyata diambil dari nama (Alm) Haji Karim Oei yang merupakan seorang pendiri Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, dan merupakan anggota dari Pengurus Majelis Ulama Indonesia Pusat. Eh iya, gosipnya juga Haji Karim Oei – yang baru menjadi mualaf (istilah bagi orang yang baru masuk agama Islam) pada tahun 2004 ini sangat akrab dengan Presiden Soekarno lho!

Kemudian berlanjut ketika pada Desember 1996 (yang bertepatan dengan bulan Ramadhan), para anggota YHKO bertemu sapa di Jakarta. Akhirnya sebagai hasil dari pertemuan hangat tersebut, pada Januari 1997, dibentuklah YHKO cabang Bandung, yang kemudian mengontrak bangunan bekas toko buku dan menjadikannya Mesjid Lautze 2 (mesjid Lautze pertama terdapat di Jakarta dan yang ketiga sudah ada di Tangerang) – yang juga merupakan sekretariat YHKO cabang Bandung.

Mesjid Lautze Bandung juga kerap menggelar kegiatan Islami, contohnya Kajian Islam Tiap Ahad (KITA) yang diadakan setiap hari Minggu. KITA menghadirkan tema-tema beragam, mulai dari tema religi seperti fikih dan tauhid hingga tema yang lebih universal seperti sosial, pendidikan, dan ilmu pengetahuan. Tujuannya mempererat hubungan antar jemaah sekaligus menambah wawasan. Kegiatan lain dikomandoi oleh Lautze Education Center (LEC) yang mengadakan pelatihan baca Al-Qur’an, bahasa Arab, bahasa Mandarin, dan pembinaan mualaf. Komunitas Lautze ini pun mulai merambah dunia maya, melalui Facebook dan websitenya. Serunya lagi, YHKO juga membuat merchandise-merchandise lucu khas Tionghoa Muslim seperti boneka, t-shirt, dan kaligrafi; cocok banget buat oleh-oleh orang-orang tercinta kamu!

Suatu karya indah yang menyadarkan kita bahwa indahnya perbedaan justru menghasilkan suatu budaya yang lebih dashyat! Mesjid Lautze Bandung pun telah membuktikannya! (CS)


Source : click here

Masjid Raya Bandung


Sebagai salah satu kota dengan nilai sejarah dan kebudayaan yang tinggi, Bandung juga menyimpan bangunan-bangunan menarik yang masih berdiri kokoh sebagai salah satu bagian peristiwa sejarah. Satu diantaranya adalah Masjid Raya Bandung atau yang dahulu dikenal dengan nama Masjid Agung Bandung. Nah, kali ini Bandung Review akan sedikit mengajak kalian untuk mengenal lebih jauh sejarah berdirinya bangunan yang terletak di alun-alun kota Bandung ini.

Sejak pertama kali didirikan pada tahun 1810, bangunan awal masjid ini memiliki bentuk atap yang bersusun tiga mengikuti masjid-masjid yang ada di daerah Jawa. Hal itu terjadi bukan tanpa alasan loh, karena pada masa itu kerajaan Mataram Islam memberikan pengaruh yang cukup besar di Bandung.

Konsep arsitektur alun-alun yang kita temui sekarang memang kental dengan pengaruh Mataram Islam, tapi sebenarnya konsep tersebut masih mengikuti konsep alun-alun yang ada di Jawa.

Mungkin diantara kalian semua pernah mendengar istilah “ke bale nyungcung yuk!”, ada yang tahu asal-usul istilah tersebut? Sebenarnya istilah tersebut lahir dari Masjid Agung ini. Istilah tersebut digunakan oleh para pria untuk melamar gadis pujaannya. Karena pada saat itu, orang muslim yang ingin menikah pergi ke Masjid Agung dan kubah Masjid Agung saat itu berbentuk ‘nyungcung’, jadi lahirlah istilah tersebut.

Sebelum menjadi Masjid Agung yang sekarang, sebenarnya masjid ini sudah mengalami beberapa kali perombakan dalam kurun waktu dua abad terakhir. Salah satu perombakan yang drastis terjadi pada tahun 1955, menjelang dilaksanakannya Konferensi Asia-Afrika.

Ciri khas yang paling menonjol pada Masjid Agung ini yakni terdapat pada atap bertingkatnya yang diganti oleh kubah bawang khas daerah timur tengah. Konon menurut beberapa ahli sejarah di kota Bandung, desain masjid ini merupakan keinginan dari presiden pertama kita, Bapak Ir. Soekarno.

Sedangkan, perubahan nama Masjid Agung menjadi Masjid Raya terjadi pada tahun 2003 setelah dilakukan perombakan besar-besaran pada tahun 2000. Dan Masjid Raya Bandung yang kita kenal dan berdiri megah di alun-alun kota Bandung saat ini merupakan hasil renovasi yang dilakukan pada akhir tahun 2000.

Interior mesjid ini dibagi menjadi dua bagian, pertama ada ruang depan yang cukup luas. Biasanya digunakan untuk sholat, pengajian, pernikahan, atau tempat beristirahat bagi semua warga yang sedang singgah. Untuk bagian kedua ada ruang sholat utama, yang memiliki ruang yang cukup luas dan berlantai dua.

Jika kalian ingin tahu kira-kira seluas apa Masjid Agung pada zaman dahulu? Melalui ruang utama inilah kalian bisa mendapat sedikit gambaran, dan bisa dilihat sendiri betapa luasnya bangunan masjid dan halamannya sekarang setelah beberapa kali perombakan.

Sejak perombakan besar-besaran di tahun 2000, masjid ini sudah menyediakan basement yang dilengkapi dengan areal parkir dan kafetaria, yang awalnya bertujuan menampung para PKL disekitar lingkungan Masjid Agung, namun dengan alasan peluang ekonomi, banyak juga pedagang yang tetap saja bandel dan akhirnya berjualan disekitar halaman masjid daripada di basement.

Sampai saat ini, selain menjadi tempat berlangsungnya aktifitas peribadatan umat Islam, Masjid Raya Bandung juga menjadi salah satu bangunan bersejarah yang sering dikunjungi oleh wisatawan lokal dan asing, jadi melalui Masjid Raya ini juga, tidak ada salahnya kita selalu menjaga dan melestarikan nilai-nilai sejarah yang ada didalamnya. (SDS/Alfredho Sutarno)


Source : click here

Saturday, July 28, 2012

Al-Irsyad Mosque


Holy Ramadhan is coming! I usually perfom Taraweeh at Masjid Al-Irsyad the nearest local mosque. It’s a beautiful building designed by Mr. Ridwan Kamil. He said he just simply wish to build a mosque without complicated ornaments. Inspired by Ka’bah the mosque has a box shape, the wall caligraphed with Syahadat sentence from the brick holes so we can see the sentence from the lights coming from inside or outside. The ceiling has 99 lamps decorated by 99 Asmaul Husna.


Entering the masjid, your eyes soon recognize the open mimbar facing the mountain. It has pond beneath and a large solid ball engraved “Allah”. Subhanallah… Come here and do Salah/Prayer, Insya Allah you feel the calm for its peaceful ambience.


Location : Kota Baru Parahyangan, Padalarang, West Java, Indonesia

Note : picts taken from here   

Intro


Assalamu’alaikum!

Hello, I’m an Indonesian female with travelling dreams. I can not go anywhere I want considering what I must do here for living so that’s why I call “dreams”. But in a year I usually spend a bit of my time for a journey which I enjoy it so much. I like travelling, taking pictures and writing something related.

Image

So then I decided to make another blog, specialized for travelling stories only. Anyone can post a story too, write yours to my e-mail address : diahrismayanti@gmail.com. Stories may include your journey experiences, muslim community in some place (oh I love to read and see muslim lifes outside Indonesia), mosque, Islamic historical building, tips and trick, halal restaurants information and some others. English or Indonesian stories are welcome. So let’s share.

Salaam :)

PS. Read my personal life’s blog here